Free Angel ani Cursors at www.totallyfreecursors.com
Indry Wild Blood: Desember 2012

Minggu, 30 Desember 2012

RAJA AMPAT

RAJA AMPAT



Raja Ampat melemparkan mantra pada semua yang mengunjungi - ilmuwan, fotografer, penyelam pemula dan berkerak laut garam sama. Kelompok pulau megah, terletak di ujung barat laut Indonesia, Papua "Seascape Kepala Burung," terletak di jantung segitiga karang, wilayah laut yang paling bio-beragam di bumi.

Seperti cantik di atas air seperti di bawah ini, Raja Ampat (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "Empat Raja") memiliki keragaman habitat yang mengejutkan untuk mengeksplorasi. Masing-masing - dari stark gelombang-ditumbuk lereng yang drop jauh di bawah tebing karst dari Wayag dan Uranie ke dalam, kaya nutrisi teluk Mayalibit, Kabui dan Aljui ke "bakau air biru" saluran Kofiau dan GAM ke plankton-daerah yang kaya upwelling Misool dan Selat Dampier - adalah rumah bagi kumpulan spesies yang unik, ketika diambil bersama-sama, tambahkan untuk menghasilkan spesies yang paling mengesankan yang pernah daftar dikompilasi untuk sistem terumbu karang sebesar ini.

Wisata bahari, sebagai alternatif yang berkelanjutan untuk penangkapan ikan yang berlebihan, penebangan pertambangan, dan, memiliki potensi untuk memainkan peran kunci dalam konservasi alam bawah laut Raja Ampat yang spektakuler, sementara juga menciptakan manfaat nyata bagi masyarakat setempat.


waaaaahhhh....kapaan ya saya bisa kesanaa....



Jumat, 28 Desember 2012

Analisis Semiotik Puisi “PADAMU JUA” Karya Amir Hamzah



Analisis Semiotik Puisi “PADAMU JUA” Karya Amir Hamzah



BAB I 

PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang

            Karya sastra adalah penuangan ide – ide yang diimajinasikan menjadi teks yang memiliki nilai – nilai etika dan estetika. Sehingga, orang yang menikmati karya sastra akan merasa berada dalam lingkup kehidupan yang diciptakan karya sastra tersebut. Pengarang menyampaikan permasalahan dan ide – ide melalui media bahasa dan tanda – tanda lain. Setiap pengarang memiliki konvensi – konvensi (etika) yang berbeda dalam proses kepengarangannya. Ada pengarang yang menitikberatkan simbolisasi pada tokoh, penokohan, atau alur cerita tersebut, dan ada juga yang memberikan penekanan simbolisasi pada judul karya sastra tersebut.

            Analisis semiotik  merupakan metode menganalisis karya sastra sebagai sebuah struktur, pengkajian melalui tanda dan simbolisasi yang terdapat dalam karya sastra. Dalam analisis semiotik, karya sastra dipandang sebagai proses penuangan imajinasi pengarang. Sehingga, dalam analisis semiotik karya sastra dikaitkan dengan pengarang, realita, pembaca dan hal – hal yang memiliki keterkaitan dengan karya sastra tersebut.

            Dalam analisis, Jan Mukarovsky memberikan perumusan tentang aplikasi model semiotik, yaitu :

1. menjelaskan kaitan antara pengarang, realitas, karya sastra dan pembaca.
2. menjelaskan karya sastra sebagai sebuah struktur, berdasarkan unsur – unsur atau elemen yang membentuknya.(Sukada, 1987:44)
            Dalam analisis semiotik, seseorang dapat memberikan makna yang berbeda. Hal ini dikarenakan dengan pengalaman dan pengetahuan orang tersebut tentang tanda dan konvensi yang berlaku. Misalnya saja kata “lari” yang ada dalam konteks yang sama dapat diberikan makna sebagai kemajuan yang cepat atau revolusi, namun ada juga yang memberikan makna perjuangan, tak bertanggung jawab, atau dapat pula makna lainnya sesuai dengan konteks karya sastra tersebut.
            Dalam karya tulis ini akan dipaparkan  mengenai analisis semiotik sastra dan penerapannya pada puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah. Puisi ini lebih mudah dipahami karena menggunakan konvensi yang berlaku secara umum dan dapat membantu pemahamn mengenai semiotik sastra.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah:

1.      Apa yang dimaksud dengan semiotika?
2.      Bagaimana pendekatan semiotik dalam karya sastra?
3.      Bagaimanakah konvensi – konvensi untuk menelaah karya sastra dengan pendekatan semiotik?
4.      Bagaimana analisis puisi Padamu Jua karya Amir Hamzah dengan pendekatan semiotik?

1.3 Tujuan

Dari pokok permasalahan dalam karya ini, maka tujuan penulisan adalah:

1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan semiotika.
2.      Memahami pendekatan semiotik dalam karya sastra.
3.      Mengetahui konvensi – konvensi untuk menelaah karya sastra dengan pendekatan semiotik.
4.      Melakukan analisis Padamu Jua karya Amir Hamzah dengan pendekatan semiotik.

Z

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Semiotika
            Dalam kata pengantar buku serba serbi semiotika, Panuti Sujiman dan Aart van Zoes memberikan istilah semiotika yang berasal dari bahasa yunani “semion” yang berarti “tanda”. Panuti dan Zoes berpendapat bahwa kehidupan dipenuhi dengan tanda-tanda, seperti komunikasi, struktur bangunan, film, dan sebagainya terdapat tanda. Ahli filsafat Amerika Charles Sanders Piece, menegaskan bahwa kita berfikir dengan adanya tanda. (Sujiman dan Zoes,1992:viii).
            Semiotik sastra adalah ilmu yang mengkaji tentang “tanda”, dan menganggap karya sastra adalah sebagai suatu system yang padu (di dalam) dan memiliki konvensi – konvensi (di luar) sebagai system. Pengarang melakukan komunikasi dengan dirinya, karya sastra dan pembaca. Karya sastra secara jelas memiliki tanda yang disampaikan membaca untuk dapat dipahami makna karya sastra tersebut. Bahasa adalah alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi yang disertai dengan mimik, dan ekspresi serta intonasi dapat menentukan makna komunikasi tersebut. Jadi, analisis semiotika atau disebut semiotik saja dapat dikatakan sebagai metode pengkajian analisis “tanda” yang terdapat dalam karya sastra.

2.2 Pendekatan Semiotik dalam Analisis Karya Sastra
            Pendekatan semiotik  adalah penelaah karya sastra dengan mempelajari setiap unsur yang ada di dalamnya, suatu sistem yang terikat dengan sistem tertentu (yang ada di luar). Konvensi-konvensi dan pandangan masyarakat tentang “tanda” yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Pendekatan Semiotik merupakan salah satu kritikan yang penting dan popular dalam bidang bahasa dan kesusasteraan. Pendekatan ini kritik ini menggunakan prinsip-prinsip teori Semiotik sebagaiamana yang yang dikemukakan oleh beberapa orang tokoh seperti Fredinand de Saussure, Sander Pierce, Micheal Riffaterre, Umbarto Eco, Jurij Lotman dan lain-lain. Pendekatan ini menitikberatkan soal kebahasaan dengan penumpuan kepada mencari dan memahami makna menerusi sistem lambang (sign) dan perlambangan dalam teks.
Asas kepada kritikan ini ialah kepercayaan bahawa makna bahasa ditandai dengan sistem lambang dan perlambangan. Lambang dan perlambangan ini pula mempunyai hubungan dengan psikologi manusia dalam sesebuah masyarakat. Makna dalam teks dapat difahami dengan mentafsir lambang dan perlambangan yang hadir dalam teks dan dihubungkan pula dengan penerimaan umum dalam sebuah masyarakat. Semiotik mungkin bermula awal iaitu semenjak zaman Plato lagi. Namun, untuk beberapa tempoh waktu, ianya tidak dipentingkan terutamanya dalam era penolakan epistimologi teori ini. Walau bagaimanapun, selepas kurun ke-17, Semiotik muncul semula dengan lebih bertenaga. Beberapa cadangan supaya kajian secara mendalam tentang bahasa yang lebih sistematik perlu diwujudkan telah disuarakan oleh ramai pemikir falsafah seperti Ferdinand de Saussure dan Charles Sander Peirce.
            Dikemukakan Preminger dkk bahwa penerangan semiotik itu memandang objek-objek atau laku-laku sebagai parole (laku tuturan) dari suatu langue (bahasa: system linguistik) yang mendasari tata bahasanya harus dianalisis.
Langkah-langkah dalam mennganalisi karya sastra adalah sebagai berikut:
1.      menyendirikan satuan-satuan minimal yang digunakan system tersebut.
2.      menentukan kontras-kontras di antara satuan-satuan yang menghasilkan arti (hubungan-hubungan pragmatik)
3.      aturan kombinasi yang memungkinkan satuan-satuan itu untuk dikelompokkan bersama –sama sebagai pembentuk-pembentuk struktur makna yang lebih luas (hubungan-hubungan sintagmatik).

2.3 Konvensi – konvensi untuk menelaah karya sastra dengan pendekatan semiotik
Dikatakan selanjutnya oleh preminger dalam Pradopo (2010:109) bahwa studi semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah sistem tanda-tanda. Oleh karena itu peneliti harus bisa menentukan konvensi-konvensi tambahan apa yang memungkinkan karya sastra bisa mempunyai makna yang lebih luas. Karya satra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Dalam genre puisi khususnya, ,mempunyai ragam: puisi lirik, syair, pantun, sonata, balada, dan sebagainya. Seperti contohnya , seperti genre puisi merupakan sistem tanda, yang mempunyai satuan-satuan tanda (yang minimal) seperi kosa kata, bahasa kiasan, diantaranya personifikasi, simile, metafora, dan metomini. Tanda-tanda itu mempunyai makna berdasarkan konvensi-konvensi (dalam) sastra. Diantara konvensi-konvensi kebahasaan yang meliputi : bahasa kiasan, saran retorika, dan gaya bahasa pada umumnya. Disamping itu ada konvensi ambiguitas. Kontradiksi dan nonsense. Adapula konvensi visual tersebut diantaranya baris sajak, enjambement, sajak (rima), tipografi, dan homoloque. Konvensi kepuitisan visual sajak tersebut dalam linguistik tidak mempunyai arti, tetapi dalam sastra mempunyai dan menciptakan arti.
Puisi yang baik lazimnya menawarkan serangkaian makna kepada pembacanya. Untuk menangkap  rangkaian makna itu, tentu saja pembaca perlu masuk ke dalamnya dan mencoba memberi penafsiran terhadapnya. Langkah dasar yang dapat dilakukan untuk pemahaman itu adalah ikhtiar untuk mencari tahu makna teks. Sebagian sebuah teks, puisi menyodorkan makna eksplisit dapat kita tarik dari per-wujudan teks itu sendiri; pilihan katannya, Rangkaian sintaksisnya, dan makna semantisnya. Pilihan kata atau diksi menyodorkan kekayaan nuansa makna; rangkaian sintaksis berhubugan dengan maksud yang hendak disampaikan, logika yang digunakan bekaitan dengan pemikiran dan ekspresi yang ditawarkan; makna semantik berkaitan dengan kedalaman makna setiap kata dan acuan-acuan yang disarankannya. Adapun makna eksplisit berkaitan dengan interpretasi dan makna yang menyertai dibelakang puisi yang bersangkutan.
Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, tanda terdiri atas tiga jenis. Jenis-jenis tanda tersebut adalah ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang memperlihatkan adanya hubungan yang bersifat alami antara penanda dengan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dengan petandanya. Simbol adalah tanda yang tidak memiliki hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, melainkan hubungan yang ada bersifat arbitrer. Ketiga tanda tersebut merupakan peralatan semiotik yang fundamental.
Dikemukakan oleh Riffaterre (1978:1) bahwa puisi itu dari dahulu hingga sekarang selalu berubah karena evolusi selera dan konsep estetik yang selalu berubah dari periode ke periode. Ia menganggap bahwa puisi adalah sebagai salah satu wujud aktivitas bahasa. Puisi berbicara mengenai sesuatu hal dengan maksud yang lain. Artinya, puisi berbicara secara tidak langsung sehingga bahasa yang digunakan pun berbeda dari bahasa sehari-hari. Jadi, ketidaklangsungan ekspresi itu merupakan konvensi sastra pada umumnya. Karya sastra itu merupakan ekspresi yang tidak langsung, yaitu menyatakan pikiran atau gagasan secara tidak langsung, tetapi dengan cara lain (Pradopo, 2010:124). Ketidaklangsungan ekspresi itu menurut Riffaterre (1978:2) disebabkan oleh tiga hal, yaitu :
a) Penggantian Arti (displacing of meaning)
Penggantian arti ini menurut Riffaterre disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi dalam karya sastra. Metafora dan metonimi ini dalam arti luasnya untuk menyebut bahasa kiasan pada umumnya. Jadi, tidak terbatas pada bahasa kiasan metafora dan metonimi saja. Hal ini disebabkan oleh metafora dan metonimi itu merupakan bahasa kiasan yang sangat penting hingga dapat mengganti bahasa kiasan lainnya.

b) Penyimpangan Arti (distorting of meaning)
Riffaterre (1978:2) mengemukakan bahwa penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yaitu terjadi karena adanya ambiguitas (bermakna ganda), kontradiksi ( pertentangan) dan nonsense (kata-kata yang secara linguistik tidak memiliki arti).
c) Penciptaan Arti (creating of meaning)
Organisasi teks di luar lingistik (konvensi kepuitisan yang secara linguistic tak memiliki arti , tetapi menimbulkan makna dalam sajak) misalnya saja bait, rima, homologues.  (Pradopo, 2005:131).

2.4 Analisis Semiotik Puisi “PADAMU JUA” Karya Amir Hamzah
PADAMU JUA
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

Kaulah kendil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa

Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas

Nanar aku, gila dasar
Sayang berulang paamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai

Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu~bukan giliranku
Matahari~bukan kawanku
                                                                        (Berkenalan dengan puisi, 2002:199)
            Puisi Padamu Jua terdiri dari 28 baris yang terbagi dalam tujuh bait, tiap bait terdiri dari 4 baris. Puisi Padamu Jua ditinjau dari judulnya menggambarkan tentang kembalinya seseorang yang telah lama meninggalkannya. Ketika pembaca membaca judulnya akan terlintas minimal tentang sesuatu yang kembali. Ketika memasuki isi, Padamu Jua merupakan gambaran tentang pengakuan dan pengaduan antara aku (lirik) dengan engkau (lirik). Engkau (lirik) merupakan zat yang tak terlihat tetapi keberadaannya sangat diakui, dalam hal ini zat Ilahiah. Hal ini disimbolkan jelas pada bari ke-5 dan ke-6 : /Kaulah kendil kemerlap//Pelita jendela di malam gelap/. Engkau adalah zat yang menerangi hati manusia ketika manusia mengalami /malam gelap/ yang merupakan simbol kegelisahan, kesusahan, kegagalan, dan permasalahan yang berat. Demikian juga Serupa dara dibalik tirai yang merupakan penguatan dari zat yang tak terlihat namun keberadaannya diakui. Demikian juga sifat – sifat ke-Ilahiahan tergambar dalam /melambai pulang perlahan// Sabar, setia selalu/ yang merupakan sifat Ilahiah selalu mendengar keluh dan kesah manusia, memberikan /melambai pulang perlahan/ petunjuk dengan caranya, yang manusia tak menyadarinya, dan bagi orang  yang berpikir akan mengetahui hikmah dari apa yang disajikan Tuhan.
            Si aku lirik mengalami kegagalan /Habis kikis//Segala cintaku hilang terbang/ yang sangat menyakitkan dan tak tercapainya keinginan atau cita – cita si aku lirik. Sehingga ia menemui kembali pada sang pemberi jalan, yang mengatur nasib ini /pulang kembali aku Padamu// Seperti dahulu/ yang merupakan indeks dalam kegagalan. Dalam konteks ini, si aku lirik pernah mengalami kerenggangan atau lupa pada masa kejayaannya, perjuanganya, namun ketika jatuh /Mangsa aku dalam cakarmu// Bertukar tangkap dengan lepas/ ia sadar atau insaf dan melakukan pengakuan dan pengaduan bahwa segala sesuatu telah ada yang mengatur, segala sesuatu akan kembali kepadaNya.
            Dapat diartikan si aku lirik mengalami kegagalan dalam cinta. Namun cinta disini tak dijelaskan kepada siapa. Apakah kepada wanita (jika si aku lirik adalah laki-laki) atau kepada laki-laki (jika si aku lirik adalah wanita), cinta pada kerja, harta, atau hal yang beersifat keduniaan.
            Si aku lirik mengalami kerinduan dengan si engkau lirik ketika ia mengalami kegagalan atau apa yang telah ia usahakan semua sirna, hilang dan terbang. /Satu kekasihku//Aku manusia//Rindu rasa//Rindu rupa//Di mana engkau//Rupa tiada//Suara sayup//Hanya kata merngkai hati/ merupakan senyum pengakuan si aku lirik sebagai manusia bahwa kekasih sejati adalah engkau lirik, cinta yang sesungguhnya hanya untuk engkau lirik. Kerinduan si aku lirik akan kehadiran engkau lirik (Tuhan) dengan ayat-ayatnya (firman-Nya).
                        Kasihmu sunyi
                        Menunggu seorang diri
                        Lalu waktu~bukan giliranku
                        Matahari~bukan kawanku
            Memberikan makna bahwa si aku lirik menyadari dan pasrah menerima apa yang telah diberikan oleh engkau lirik. Si aku tidak menyerah terhadap kegagalan yang telah dialaminya. Tanda (~) /Lalu waktu~bukan giliranku/ merupakan keinsyafan si aku akan nasib, kemudian juga pada /Matahari~bukan kawanku/. Pemisahan kata /Mata/ dengan /hari/ memperjelas makna sebagai keberuntungan, jalan, keberhasilan, dan kekuasaan.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan pendekatan Semiotik puisi Padamu Jua karya Amir Hamzah memiliki tanda yang disampaikan untuk pembaca  agar dapat dipahami maknanya. Puisi tersebut sesungguhnya menyampaikan bahwa seseorang seharusnya senantiasa selalu mengingat Tuhan dalam keadaan apapun dan bersyukur dengan apa yang telah diberikan. Bukan hanya pada saat kita jatuh saja dan mensyukuri saat kita mengalami keberuntungan. Karena sesungguhnya segala sesuatu telah ada yang mengaturnya dan semua akan kembali kepada-Nya. Amir Hamzah memberikan pesan (ketidak langsungan ekspresi) melalui media puisi dan kiasan kata yang memberikan konkretisasi, kesatuan yang utuh dari tiap baris dan bait yang memberikan makna. Dengan mengandaikan sebuah kehidupan si aku yang hancur dan kemudian insyaf. Sesungguhnya semua itu mengharapkan manusia agar tidak lupa diri dan sombong pada saat mengalami kejayaan, karena kehidupan itu akan terus berputar dan suatu saat kejayaan itu akan mengalami kejatuhan, kenaasan.

DAFTAR PUSTAKA

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington: Indiana University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik , dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Preminger, Alese (ed.) dkk. 1974. Princeton Encyclopedia of Poetry and Poetics. New Jersey: Pringceton University Press.