TINJAUAN
FEMINISME PADA CERPEN “CATATAN SEORANG PELACUR”
MAKALAH
diajukan guna melengkapi tugas akhir
mata kuliah Sosiologi Sastra
oleh
Indri
Lestari
100210402103
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2012
SINOPSIS
Cerpen “catatan seorang pelacur “ bercerita tentang
refleksi panjang seorang wanita penghibur bernama Neng Sum tentang kehidupan
yang ia jalani saat itu. Refleksi panjang tersebut ia curahkan dalam buku
hariannya yang menjadi teman setianya menjalani hari-hari yang penuh
tantangan.menurutnya buku harian adalah tempat mencurahkan segala hal yang bersifat
pribadi, suatu rahasia yang dapat meringankan beban jiwa.
Persoalan cinta adalah persoalan yang pertama terlintas
di benaknya. Di dalam kamar kosong, di depan buku hariannya, bagi dirinya yang
telah terlanjur bergelimang lumpur, maka cinta ( dalam arti suami-istri) adalah
omong kosong. Ia pernah menikah namun kembali ditengah masyarakat yang begitu
membenci dan mengutuki pelacuran, para lelaki merasa janggal, aneh, melihat
kehadirannya di tengah kehidupan mereka yang sopan.
Malam itu, lelaki terakhir yang ia layani adalah mantan
tetangganya. Seorang lelaki yang tidak menjaga kesetiaannya, ia mencari
kenikmatan di luar lantaran istrinya belum mau punya anak lagi. Ia tak dapat
membayangkan seandainya saat itu istrinya memergokinya.
Terlintas di benaknya lagi penghidupan yang hitam
dihadapanya, tanpa batas waktu kapan akan berakhir. Ia hidup sebatang kara,
meskipun ia masih punya keluarga, tetapi mereka malu dan menganggap
kehadirannya ditengah mereka adalah sebuah angka nol. Saat ini ia berpikir
bahwa hidup selanjutnya betul-betul berada di tangan sendiri. Apakah mau
dihancurkan atau membinanya.
Dalam
keterpurukannya itu ia juga sadar, ia tidak mau seperti Aisah yang
menghamburkan uang demi cinta palsu setiap lelaki. Setelah beberapa hari
kembali lagi menjadi seorang pelacur. Ia juga tak mau seperti Emi yang
menghamburkan uang dengan makan makanan mewah, minum minuman keras, mabok.
Setelah itu ia kembali menjadi pelacur dan merati hidupnya.
Neng Sum
berusaha menghindari kehidupan seperti Aisah dan Emi tersebut. Ia berencana
setelah mengumpulkan uang secukupnya ia akan mengucapkan slamat tinggal pada
penghidupan yang memalukan ini. Dengan uang tersebut ia akan berusaha berdagang
dan dalam pada itu untuk sementara menutup pintu bagi cinta yang bersifat spekulasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia sastra berarti
“karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri
keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan
ungkapannya”. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami,
dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Karya sastra
sedikit banyak memberikan gambaran tentang masalah kemasyarakatan. Karya sastra
sering pula tidak dapat dipisahkan dari gejolak atau keadaan masyarakat yang
melibatkan penulis dan terkadang juga pembacanya. Pendekatan terhadap karya
sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan disebut pendekatan
sosiologi sastra (Damono, 1979: 2).
Karya sastra
sebagai hasil ciptaan pengarang yang terikat dengan status sosial tentu
mempengaruhi hasil karyanya. Berbicara tentang kepengarangan, dewasa ini
semakin marak munculnya perempuan pengarang yang menyuarakan pandangan
feminismenya. Sejak
gerakan feminisme dimulai beberapa abad yang lalu persoalan akan kesetaraan
gender tiada habis-habisnya. Di sisi lain orang ramai-ramai memperjuangkan
persamaan hak dan perlakuan diskriminasi terhadap perempuan, namun di sisi lain
pula penindasan dan diskriminasi masih terus terjadi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Feminisme itu sendiri berasal dari kata Feminism
(Inggris) yang berarti gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya
antara kaum wanita dan pria. Pengertian feminisme
juga dikemukakan oleh Kutha Ratna yang mendefinisikan
feminisme secara etimologis berasal dari kata femme (woman), yang
berarti perempuan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan,
sebagai kelas social.
Perjuangan feminisme tersebut dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya lewat karya sastra. Dalam karya sastra
membicarakan feminisme berarti membicarakan hubungan antara laki-laki dan
perempuan dalam perspektif gender. Dalam makalah ini penulis hendak menganalisa
cerpen berjudul “ Catatan Seorang Pelacur” karya Putu Arya Tirthawirya dengan kajian feminisme sastra
1.2 Rumusan
Masalah
Bagaimanakah tinjauan feminisme
dalam cerpen “Catatan Seorang Pelacur” karya Putu Arya Tirthawirya?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui
bagaimana tinjauan feminisme dalam cerpen “ Catatan Seorang Pelacur” karya Putu
Arya Tirthawirya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Feminisme
Secara etimologi, feminisme berasal dari kata femme
(woman), berarti perempun (tunggal) yang berjuang memperjuangkan hak-hak
kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Menurut Kamla Bhasin dan
Nighat Said Khan, feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan
pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam
keluarga, serta tindakan sadar perempuan untuk mengubah keadaan tersebut.
Ada tiga ciri feminisme,
yaitu: 1) menyadari
akan adanya ketidakadilan gender; 2) memaknai bahwa gender bukan
sebagai sifat kodrati; 3) memperjuangkan adanya persamaan hak. Sejarah dunia menunjukkan
bahwa secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua
bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) khususnya dalam masyarakat
yang patriarki sifatnya.
Apabila dipandang dari sudut sosial, feminisme muncul
dari rasa ketidakpuasan terhadap sistem patriarki yang ada pada masyarakat.
Patriarki meletakkan perempuan sebagai laki-laki yang inferior. Kekuatan
digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan sipil dan
rumah tangga untuk membatasai perempuan. Feminisme sering dikaitkan dengan
emansipasi, tetapi keduanya memiliki perbedaan.
Emansipasi cenderung lebih menekankan pada partisipasi perempuan dalam
pembangunan tanpa mempersoalkan hak serta kepentingan perempuan yang selama ini
dirasa tidak adil. Perempuan dalam pandangan feminisme mempunyai aktivitas dan
inisiatif sendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam
berbagai gerakan.
2.2 Tinjauan feminisme dalam cerpen “ Catatan Seorang
Pelacur”
Tinjauan dalam kajian feminisme hendaknya mampu
mengungkap aspek ketertindasan wanita atas diri pria (Kutha Ratna: 2007). Teori
sastra feminis juga melihat bagaimana nilai-nilai budaya yang dianut suatu
mayarakat, suatu kebudayaan, yang menempatkan perempuan pada kedudukan tertentu
serta melihat bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi hubungan antara
perempuan dalam tingkat psikologis dan budaya.
Dalam cerpen “ Catatan Seorang Pelacur” tergambar dengan
jelas bagaimana kehidupan seorang pelacur benama Ning Sum yang terasing dari
kehidupan yang baik-baik. Dalam cerpen tersebut Ning Sum menggambarkan bahwa
wanita sebenarnya hanya obyek seks semata laki-laki.
“ Mereka telah
kehilangan tubuhku yang sebetulnya dapat mereka jadikan mangsa yang nikmat
waktu napsunya mengubah mereka menjadi drakula atau seekor kucing kelaparan
yang dimatanya aku adalah seekor tikus betina”
Suatu kenyataan pula bahwa laki-laki tidak pernah bisa
menjaga kesetiaannya baik-baik. Mereka hanya berpura-pura setia.
“ Pak, kan sudah
punya istri yang masih muda lagi cantik” gurauku menyambutnya.
“ Tapi dia belum
ingin punya anak lagi” jawabannya dengan senyuman yang membungkus kehausan dan
mata seekor vampir sewaktu aku melepaskan pakaian dan dia mencegahku setengah
mati ketika aku pura-pura memadamkan lampu.
Kehidupan yang ia jalani sebelumnya memang sungguh
menyakitkan baginya. Ketika ia sudah melepaskan diri dari pekerjaan yang hina
itu, menikah dan mencoba hidup baik-baik, ia mendapati kehidupan yang jauh dari
bayangannya, setelah ia hidup di tengah masyarakat yang sangat membenci dan
mengutuki pelacuran. Bahkan keluarganya pun menganggap kehadirannya adalah
angka nol bahkan keluarganya bersyukur jika ia tidak muncul lagi di mata
mereka.
Hal ini menggabarkan bahwa nilai-nilai budaya yang dianut
suatu masyarakat menempatkan wanita pada posisi tertindas dan terasing dari
kehidupan. Hal ini berlaku umum di masyarakat kita, profesi semacam pelacur
dianggap sebagai profesi yang kotor dan penuh dosa, tanpa disadari bahwa
terkadang banyak wanita yang menjadi pelacur lantaran penghidupan yang susah
dan berat.
Dari cerpen
tersebut, suatu hal positif dapat diambil dari sikap tokoh Neng Sum yang begitu
tegar menghadapi kehidupannya saat itu.
Ia tidak mau seperti Aisah dan Emi yang hancur hidupnya karena cinta
buta para lelaki. Sebagai wanita yang tegar ia memiliki rencana hidup, yaitu
keluar dari kehidupan yang dicap kotor ini dan memulai hidup baik-baik. Dan
satu hal lagi, ia akan menutup diri dari cinta bersifat spekulatif.
Lewat cerpen ini,
Putu Arya Tirthawirya ingin menyampaikan bahwa perempuan seperti Neng Sum yang
dicap kotor di tengah masyarakat perlu dihormati dan dihargai. Mereka juga
menjalani kehidupan semacam itu bukan karena apa-apa tetapi karena persoalan
hidup yang menghimpit. Sebenarnya juga, wanita-wanita malam yang berseliweran
dan menjadi mangsa laki-laki juga memiliki impian hidup baik-baik dan normal
seperti yang lainnya.
BAB III
KESIMPULAN
Secara etimologi, feminisme berasal dari kata femme
(woman), berarti perempun (tunggal) yang berjuang memperjuangkan hak-hak
kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. feminisme adalah suatu
kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam
masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar perempuan
untuk mengubah keadaan tersebut
Memang persoalan feminisme memang tiada habisnya. Bahkan
mungkin akan terus berlanjut. Namun perjuangan feminisme juga tidak pernah
berhenti. Termasuk juga lewat karya sastra. Lewat karya sastra banyak pesan
yang disampaikan terkait persoalan feminisme, seperti dalam cerpen catatan
seorang pelacur. Perempuan hendaknya bebas dari diskriminasi hak dalam
kehidupan tak peduli apapun profesi yang dijalaninya. Jangan karena ia seorang
pelacur lalu kita mengucilkannya dari kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Djoko Damono, Sapardi. 1979. Sosiologi Sastra : Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Departemen Pendidikan Nasional.
1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia Cetakan Kedua, Jakarta: Balai Pustaka
Hoerip, Satyagraha, Editor. 1986.
Cerita Pendek Indonesia IV. Gramedia.
Jakarta
Kutha Ratna, Nyoman. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra,
Yogyakarta : Pustaka